0
SISTEM PERS INDONESIA
Posted by RNR
on
14.30
Sistem
pers yang dianut sebuah negara ditentukan oleh teori media yang diadopsi oleh
negara bersangkutan. Ada 6 kerangka konseptual teoritis yang membahas tentang
fenomena eksistensi media massa dalam masyarakat dengan sistem sosial yang
berbeda, antara lain:
1.
Teori Otoriter Pers
Teori
ini berarti pers tunduk pada kekuasaan negara dan kepentingan kelas penguasa.
Sejarah teori ini bermula dari sistem monarki feodal masyarakat pra-demokratis
diktator.
2.
Teori Pers Bebas
Teori
ini diprakarsai oleh masyarakat liberal borjuis kapitalis seperti yang terlihat
pada amandemen konstitusi AS yang intinya adalah kongres tidak boleh membuat UU
yang membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat termasuk melalui pers. Sebab,
itu merupakan hak warga negara.
3.
The Commission of Freedom of The Press
Teori
ini melihat pers bebas telah gagal untuk memenuhi janjinya akan kebebasan pers
demi kemaslahatan masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak punya
akses ke pers yang dikuasai oleh kelas pemilik modal.
4.
Teori Media Uni Soviet
Postulat
dasarnya terdapat pada warisan pemikiran Karl Marx dan Engels yang
diaplikasikan oleh Lenin. Marx mengkritik para filsuf sebelumnya yang hanya
menafsirkan sejarah dunia, padahal tugas seharusnya adalah bagaimana mengubah.
Salah satu bentuk media massa dalam teori ini difungsikan sebagai alat
propaganda yang dikuasai atau dikendalikan oleh proletar melalui partai
komunis.
5.
Teori Media Pembangunan
Teori
ini khususnya bagi negara-negara dunia ketiga yang lebih menekankan pada
program pembangunan. Dalam konteks ini, media massa adalah mitra pemerintah dan
berfungsi untuk menyebarluaskan nilai-nilai pembangunan.
6.
Teori Media Partisipan
Teori
ini muncul pada masyarakat liberal, dimana komunikasi yang dikehendaki bersifat
horizontal, bukan vertikal. Teori ini muncul karena frustasi melihat partai
politik telah gagal menjalankan fungsi komunikasi politiknya.
Berdasarkan apa yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomer 40 tahun 1999
“Pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”
Pers di
Indonesia menganut teori Comission of Freedom of The Press. Landasan teori ini
adalah, kebebasan dan kewajiban berjalan secara bersamaan dan pers yang
menempati kedudukan dalam pemerintahan yang demokratis, sehingga pers mempunyai
kewajiban untuk bertanggungjawab kepada masyarakat dalam melaksanakan fungsinya
sebagai media publik. Didalam sistem
tersebut terdapat hak dan kewajiban pers sebagai pendukung komunikasi antara
masyarakat. Hak seseorang juga sangat dihormati sebagai privasinya yang tidak
ingin diketahui dan pers berkewajiban untuk merahasiakan dan apabila dilanggar
ada hukum yang mengatur hal tersebut.
Pada dasarnya,
sistem pers dalam teori Commission of Freedom of the Press mempunyai kemiripan
dengan sistem teori pers bebas. Yang membedakan adalah, pada sistem teori pers
bebas tidak terdapat kebebasan yang bertanggung jawab dalam sistem teori ini
sehingga timbul semacam ketidakpuasan di dalam masyarakat kepada fungsi-fungsi
pers beserta pengelolanya yang dianggap menjalankan fungsi pers yang terlampau
bebas. Bebas disini mengandung artian, pers menjalankan fungsi dan kewajibannya
menurut kehendaknya sendiri dan tidak memandang kepentingan masyarakat. Dalam
teori pers bebas, pers hanya berorientasi untuk mencapai keuntungan sebesar
mungkin, lebih mengutamakan penjualan iklan dan mengesampingkan peranannya
sebagai media informasi bagi publik. Hal ini membahayakan moral publik dan
seolah-plah pers tidak bertanggung jawab terhadap pembentukan opini publik.
Ibarat
sebuah bangunan, pers hanya akan bisa berdiri kokoh apabila bertumpu pada tiga
pilar penyangga utama yang satu sama lain berfungsi saling menopang (Haris
Sumadiria, 2004). Ketiga pilar tersebut antara lain:
1.
Idealisme
Dalam pasal 6
UU Pers no 40 tahun 1999 dinyatakan, pers nasional melaksanakan peranan
sebagai: a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. Menegakkan nilai-nilai
dasar demokrasi dan hak-hak azasi manusia serta menghormati kebhinekaan; c.
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan infoemasi yang tepat, akurat, dan
benar; d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. Memperjuangkan keadilan dan
kebenaran. Maknanya, bahwa pers harus memiliki dan mengemban idealisme.
Idealisme adalah cita-cita, obsesi, sesuatu yang terus dikejar untuk dijangkau
dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi
yang berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara. Menegakkan nilai0nilai
demokrasi dan hak asasi manusia, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, adalah
contoh idealisme yang harus diperjuangkan pers. Dasarnya, sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 3 ayat (1) UU no 40 tahun 1999, pers nasional mempunyai
fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2.
Komersialisme
Pers harus mempunyai kekuatan dan keseimbangan. Kekuatan untuk mencapai
cita-cita itu, dan keseimbangan dalam mempertahankan nilai-nilai profesi yang
diyakininya. Agar mendapat kekuatan, maka pers harus berorientasi kepada
kepentingan komersial. Seperti ditegaskan pasal 3 ayat (2) UU no 40 tahun 1999,
pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga ekonomi,
penerbitan pers harus dijalankan dengan merujuk pada pendekatan kaidah ekonomi,
efisiensi dan efektivitas. Secara manajerial perusahaan, pers harus memetik
untung dan sejauh mungkin menghindari kerugian. Dalam kerangka ini, apapun
sajian pers tak bisa dilepaskan dari muatan nilai bisnis komersial sesuai
dengan pertimbangan dan tuntutan pasar. Hanya dengan berpijak pada nilai-nilai
komersial, penerbitan pers bisa mencapai cita-citanya yang ideal.
3.
Profesionalisme
Profesianalisme adalah isme atau paham yang menilai tinggi keahlian
profesional khususnya, atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alat utama
untuk mencapai keberhasilan. Seseorang bisa disebut profesional apabila dia
memenuhi lima ciri berikut: a. memiliki keahlian tertentu yang diperoleh
melalui penempaan pengalaman, pelatihan, atau pendidikan khusus di bidangnya;
b. mendapat gaji, honorarium atau imbalan materi yang layak sesuai dengan
keahlian, tingkat pendidikan, atau pengalaman yang diperolehnya; c. seluruh
sikap, perilaku dan aktivitas pekerjaannya dipagari dengan dan dipengaruhi oleh
keterikatan dirinya secara moral dan etika terhadap kode etik profesi; d.
secara sukarela bersedia untuk bergabung dalam salah satu organisasi profesi
yang sesuai dengan keahliannya; e. memiliki kecintaan dan dedikasi luar biasa
luar biasa terhadap bidang pekerjaan profesi yang dipilih dan ditekuninya; f.
tidak semua orang mampu melaksanakan pekerjaan profesi tersebut karena untuk
menyelaminya mensyaratkan penguasaan ketrampilan atau keahlian tertentu. Dengan
merujuk kepada enam syarat di atas, maka jelas pers termasuk bidang pekerjaan
yang mensyaratkan kemampuan profesionalisme.
KESIMPULAN
Sistem pers yang
dianut sebuah negara ditentukan oleh teori media yang diadopsi oleh negara
bersangkutan. Ada 6 kerangka konseptual teoritis yang membahas tentang fenomena
eksistensi media massa dalam masyarakat dengan sistem sosial yang berbeda,
antara lain: Teori Otoriter Pers, Teori Pers Bebas, The Commission of Freedom
of The Press, Teori Media Uni Soviet, Teori Media Pembangunan, Teori Media
Partisipan.
Dari keenam
teori tersebut, sistem pers di Indonesia menganut teori Comission of Freedom of
The Press. Landasan teori ini adalah, kebebasan dan kewajiban berjalan secara
bersamaan dan pers yang menempati kedudukan dalam pemerintahan yang demokratis,
sehingga pers mempunyai kewajiban untuk bertanggungjawab kepada masyarakat
dalam melaksanakan fungsinya sebagai media publik. Didalam sistem tersebut terdapat hak dan kewajiban pers
sebagai pendukung komunikasi antara masyarakat. Hak seseorang juga sangat
dihormati sebagai privasinya yang tidak ingin diketahui dan pers berkewajiban
untuk merahasiakan dan apabila dilanggar ada hukum yang mengatur hal tersebut.
Sistem pers
dapat diibaratkan sebuah bangunan, yang hanya akan bisa berdiri kokoh apabila
bertumpu pada tiga pilar penyangga utama yang satu sama lainnya berfungsi
saling menopang. Ketiga pilar tersebut adalah: Idealisme, Komersialisme,
Profesionalisme
SUMBER
http://kiflyzoel.blogspot.com/2012/09/sistem-pers-di-indonesia.html
http://adiprakosa.blogspot.com/2008/01/sistem-pers-indonesia.html
http://mariessa.blogspot.com/2010/sistem-pers-indonesia.html
Posting Komentar